Ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
merupakan hikmah dari penciptaan manusia dan jin, hal ini ditegaskan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا
أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ
الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak
menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi–Ku makan. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi
Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.” (Adz-Dzariyat: 56-58)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan, “Makna ayat ini adalah, Allah menciptakan makhluq
semata-mata untuk beribadah kepada-Nya saja, tidak boleh
menyekutukan-Nya. Barangsiapa yang mentaati perintah-Nya (dan menjauhi
larangan-Nya), maka Dia akan membalasnya dengan balasan yang paling
sempurna, sedangkan yang bermaksiat kepada-Nya, maka Dia akan
mengadzabnya dengan adzab yang sangat pedih. Allah Ta’ala juga
mengabarkan bahwa Dia tidak butuh kepada makhluq, bahkan makhluqlah yang
butuh kepada-Nya dalam segala keadaan mereka, Dia-lah Allah Pencipta
dan Pemberi rezeki mereka.” (Fathul Majid li Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 19)
Adapun perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertinggi adalah tauhid, yaitu memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata. Sedangkan larangan-Nya yang paling tercela adalah syirik (menyekutukan Allah), yaitu menyamakan Allah dengan selain-Nya dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah.
Seperti berdo’a kepada selain Allah, bertawakkal pada selain-Nya,
menyembelih untuk selain-Nya, percaya pada ramalan dan perdukunan,
berkeyakinan ada pencipta, pemberi rezeki, penentu hukum, yang
memberikan manfaat dan menolak mudharat, yang mengetahui perkara ghaib
selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini hanyalah sebagian contoh praktek
kesyirikan yang ironisnya perbuatan-perbuatan tersebut ternyata banyak
dilakoni oleh sebagian kaum Muslimin sendiri. Bahkan sebagian perbuatan
syirik yang mereka lakukan lebih parah dari syiriknya orang-orang
musyrik di zaman Jahiliyah dahulu, dimana mereka (sebagian musyrikin
Jahiliyah) hanya menyekutukan Allah Ta’ala pada saat senang, dikala
susah mereka mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana
firman-Nya:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ
دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى
الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka
berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala
Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka
menyekutukan-Nya.” (Al-‘Ankabut: 65)
Sedang sebagian orang yang menyekutukan
Allah Ta’ala pada hari ini, melakukannya saat senang maupun susah. Kita
tentu masih ingat, gempa Yogya beberapa waktu lalu yang membuat kita
sedih. Namun sesungguhnya, bagi yang mengerti pentingnya tauhid, yang
lebih menyedihkan lagi adalah apa yang diberitakan oleh beberapa media
massa bahwa sebagian orang yang tertimpa musibah gempa tersebut membuat
janur kuning untuk dililitkan ke tubuh mereka yang katanya sebagai tolak
bala’, sebagian lainnya membuat sesajen untuk jin ratu laut selatan
juga sebagai tolak bala’.
Kasus lain, pada musibah pesawat Adam Air
di Sulsel, sebagian orang menyembelih hewan untuk kuburan tertentu
dengan harapan penghuni kuburan tersebut dapat menolong mereka dalam
pencarian pesawat yang hilang. Bahkan di wilayah kerajaan Islam Ternate
dan Tidore terdapat suatu upacara syirik yang diwariskan secara
turun-temurun yang disebut ‘selai jin’, yaitu upacara permohonan kepada jin agar dapat menyembuhkan orang-orang yang sakit ataupun permohonan lainnya.
Ini semua adalah perbuatan syirik kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena yang memberikan manfaat dan menolak
mudharat, yang mampu menyembuhkan penyakit, yang mampu menolak bala’
hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula permohonan (doa)
merupakan suatu bentuk ibadah, jika dimohonkan kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka itu termasuk kesyirikan.
Sebagian orang menyangka bahwa kesyirikan
hanya terjadi pada jaman primitif saja, atau hanya pada masyarakat yang
masih sangat sederhana tingkat berpikir dan kemajuan teknologinya.
Sangkaan ini justru diingkari oleh kenyataan yang ada, bukankah
negara-negara maju yang teknologinya sangat hebat adalah negara-negara
yang didominasi oleh orang-orang musyrik dan kafir kepada Allah Ta’ala!?
Bukankah dua negeri yang penduduknya paling banyak di dunia
mayoritasnya adalah kaum musyrikin!?
Demikianlah keadaan manusia pada umumnya
dan sebagian kaum muslimin pada hari ini yang masih sangat dekat dengan
perbuatan-perbutan syirik. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap
muslim menasihati keluarganya dan masyarakatnya agar menjauhi
perbuatan-perbuatan syirik serta menjelaskan betapa bahayanya perbuatan
syirik ini.
Makna dan Pembagian Syirik
Para Ulama telah membagi kesyirikan menjadi dua, yaitu syirik besar (akbar) dan syirik kecil (asgar). Syirik besar adalah seorang yang mengadakan tandingan bagi Allah Ta’ala dalam perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ was shifat (lihat Ma’arijul Qobul, 2/483, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/516).
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
berkata, “Syirik besar adalah seorang yang mengadakan tandingan bagi
Allah, sehingga ia berdoa kepada tandingan tersebut sebagaimana ia
berdoa kepada Allah, atau ia takut, harap dan cinta kepadanya
sebagaimana cintanya kepada Allah, atau ia mempersembahkan kepadanya
satu bentuk ibadah.” (Al-Qoulus Sadid Syarh Kitabit Tauhid, hal. 24)
Adapun syirik kecil adalah semua perkara haram yang bisa menjadi sarana (wasilah) atau pengantar (dzari’ah) kepada syirik besar dan terdapat dalil penamaan syirik terhadapnya (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/517).
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah
juga menjelaskan, “Syirik kecil adalah semua bentuk perkataan maupun
perbuatan yang bisa mengantarkan kepada syirik besar, seperti ghuluw (berlebih-lebihan)
dalam mengagungkan makhluq yang tidak sampai beribadah kepadanya,
bersumpah dengan nama selain Allah, riya’ yang ringan dan yang
semisalnya.” (Al-Qoulus Sadid, hal. 24, lihat Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, 1/139)
Perbedaan Syirik Besar dan Syirik Kecil
Perbedaan syirik besar dan syirik kecil penting untuk dipahami karena masing-masing dari kedua bentuk syirik ini memiliki hukum dan konsekuensi tersendiri. Untuk lebih jelasnya, inilah sejumlah perbedaan antara syirik besar dan syirik kecil:
Pertama: Syirik besar
menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari Islam dan diberlakukan padanya
hukum-hukum kepada orang yang murtad dari Islam. Sedangkan syirik kecil
tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam dan tidak diberlakukan
padanya hukum-hukum kepada orang yang murtad dari Islam.
Kedua: Pelaku syirik
besar tidak akan mendapat ampunan Allah jika ia mati sebelum bertaubat.
Adapun pelaku syirik kecil terdapat perbedaan pendapat para Ulama dalam
masalah ini.
Pendapat pertama, pelaku syirik kecil di bawah kehendak Allah Ta’ala apakah diampuni atau tidak, berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang
selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa’: 48, 116)
Pendapat kedua, pelaku
syirik kecil tidak diampuni, berdasarkan dalil yang sama. Sebab ayat
tersebut berlaku umum, mencakup syirik besar dan syirik kecil (lihat Al-Qoulul Mufid, 1/ 141).
Ketiga: Syirik besar menghapus semua amalan pelakunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88)
Juga firman Allah Ta’ala:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu.” (Az-Zumar: 65)
Sedangkan syirik kecil hanya menghapus
amalan yang menyertainya, seperti jika seseorang berbuat riya’ dalam
ibadahnya maka terhapuslah amalannya tersebut namun tanpa menghapus
amalannya yang telah ia kerjakan dengan ikhlas.
Keempat: Syirik besar menyebabkan pelakunya kekal di neraka, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu
seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72)
Sedangkan syirik kecil tidak sampai mengekalkan pelakunya di neraka.
Peringatan:
Penyebutan syirik kecil bukanlah berarti bahwa dosanya kecil, bahkan
syirik kecil adalah dosa terbesar setelah syirik besar. Hanya saja
dikategorikan kecil apabila dibandingkan dengan syririk besar. Sama
halnya penyebutan dosa kecil bukanlah berarti bahwa dosa tersebut boleh
diremehkan, tetapi maksudnya kecil jika dibandingkan dengan dosa besar.
Sehingga Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Barangsiapa yang menjauhi semua bentuk syirik (besar maupun
kecil) maka terhapuslah dosa-dosa besarnya, karena dosa-dosa besar itu
jika dibandingkan dengan syirik sama dengan perbandingan antara dosa
kecil dan dosa besar. Jadi, jika dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan
menjauhi dosa-dosa besar maka dosa-dosa besar pun bisa terhapus dengan
menjauhi kesyirikan.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1/226)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah
juga berkata dalam mengomentari permasalahan bersumpah dengan selain
nama Allah Ta’ala, “Dan sungguh telah salah orang yang mengatakan bahwa
hukum bersumpah dengan selain nama Allah Ta’ala hanya makruh, padahal
pemilik syari’at mengkategorikannya sebagai perbuatan syirik (kecil),
sedang tingkatannya lebih besar dari dosa besar.” (I’lamul Muwaqqi’in, 4/403)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
berkata, “Di dalamnya terdapat dalil atas perkataan sahabat, bahwa
syirik kecil lebih besar dosanya dibanding al-kabaair (dosa-dosa
besar).” (Kitabut Tauhid, masalah ketiga dari Bab Minasy-Syirki Lubsul Halqati wal Khoythi wa Nahwihima, lihat al-Qoulul Mufid, 1/217-218)
Bahaya Syirik
Adapun diantara bahaya perbuatan syirik adalah sebagai berikut:
Pertama: Syirik adalah dosa dan kezhaliman terbesar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata pada
anaknya saat ia memberi pelajaran padanya, “Wahai anakku, janganlah kamu
menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan-Nya adalah kezhaliman
yang besar”.” (Luqman: 13)
Sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الذنب أعظم قال أن تجعل لله نداً وهو خلقك
Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab: “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dia yang menciptakanmu”.” (HR. Al-Bukhari, no. 4207 dan Muslim, no. 267)
Rasulullah shallallahhu’alaihi wa sallam juga mengingatkan para sahabat akan bahaya syirik ini dalam sabdanya:
ألا أنبئكم بأكبر الكبائر ثلاثاً قلنا بلى يا رسول الله قال الإشراك بالله وعقوق الوالدين
“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa
yang paling besar?”, kami (sahabat) mengatakan: “Tentu wahai
Rasulullah”, lalu beliau mengatakan: “(Dosa yang paling besar) adalah
menyekutukan Allah dan (selanjutnya) durhaka pada kedua orang tu.” (HR. Al-Bukhari, no. 2511 dan Muslim, no. 269)
Kedua: Terhapusnya amalan
Apabila seseorang melakukan syirik maka
terhapuslah semua pahala yang pernah ia dapatkan dan kebaikan yang
pernah ia kerjakan. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88)
Juga firman Allah Ta’ala:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu.” (Az-Zumar: 65)
Ketiga: Dosa yang tidak terampuni
Jika seorang berbuat syirik dan mati
sebelum ia bertaubat darinya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan
pernah mengampuni dosanya untuk selama-lamanya. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang
selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa’: 48, 116)
Keempat: Kekal di neraka
Seorang yang mati dalam keadaan musyrik
diharamkan masuk surga, maka tempat kediamannya kelak pasti di neraka
jahannam dan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya ia merasakan adzab
yang sangat pedih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu
seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72)
Kelima: Orang-orang musyrik adalah makhluq yang paling hina
Orang-orang musyrik adalah makhluq yang
paling hina yang pernah tercipta di dunia ini dan terlebih lagi di
akhirat, bahkan mereka lebih hina dari binatang ternak. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا
أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli
kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka
jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk
makhluq.” (Al-Bayyinah: 6)
Juga firman Allah Ta’ala:
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Atau apakah kamu mengira bahwa
kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain
hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu).” (Al-Furqon: 44)
Keenam: Syirik adalah sebab kebinasaan
Syirik adalah sebab kebinasaan, musibah
dan malapetaka yang menimpa manusia, bahkan sebab kehancuran alam
semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ
وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ
يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا
أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
“Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha
Penyayang mempunyai anak.” Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu
telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir
langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung
runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Penyayang mempunyai
anak”.” (Maryam: 88-91)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan:
اجتنبوا السبع الموبقات قالوا يا
رسول الله وما هن قال الشرك بالله والسحر وقتل النفس التي حرم الله إلا
بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات
المؤمنات الغافلات
“Jauhilah tujuh perkara yang
membinasakan”, Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah apakah tujuh perkara
yang membinasakan itu?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta
anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), menuduh
berzina wanita mu’minah padahal dia tidak tahu menahu (dengan zina
tersebut)”.” (HR. Al-Bukhari, no. 2615 dan Muslim, no. 272)
Ketujuh: Seorang musyrik diharamkan menikahi seorang muslim
Diharamkan bagi seorang laki-laki musyrik
untuk menikahi wanita muslimah, demikian pula sebaliknya, seorang
laki-laki muslim diharamkan menikahi wanita musyrikah. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ
حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ
أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ
وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.” (Al-Baqoroh: 221)
Kedelapan: Tidak boleh menshalatkan dan mendoakan orang yang mati dalam keadaan musyrik
Tidak boleh menshalatkan dan mendoakan
orang yang mati dalam keadaan musyrik meskipun keluarga terdekat, bahkan
keluarga para Nabi sekalipun, sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendoakan
pamannya Abu Thalib meski jasa besarnya dalam membela Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dan juga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
dilarang untuk mendoakan bapaknya yang mati dalam keadaan musyrik. Allah
Ta’ala berfirman:
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ
مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu sekali kali
menshalatkan (jenazah) seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoaka ) di kuburannya, sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (At Taubah: 84)
Juga firman Allah Ta’ala:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيم
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang
orang yang beriman memintakan ampun ( kepada Allah ) bagi orang orang
musyrik, walaupun mereka itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi
mereka bahwa orang orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahim.” (At-Taubah: 113)
Kesembilan: Hilangnya hak seorang musyrik untuk mewarisi harta kerabatnya yang muslim
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لا يرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
“Tidak boleh seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi orang muslim.” ( HR. Al-Bukhari, no. 1511 dan Muslim, no. 4225)
Kesepuluh: Sembelihan seorang musyrik haram dimakan
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (Al-An’am: 121)
Ini hanyalah sebagian saja dari banyaknya
bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan syirik, maka himpunlah hati dan
pikiran Anda untuk menghayati dan memahami betapa besar kemarahan Allah
Tabaraka wa Ta’ala terhadap kesyirikan dan pelakunya. Oleh karena itu,
tidaklah pantas bagi seorang muslim meremehkan masalah ini.
Renungan:
Benar bahwa ummat Islam menghadapi
masalah-masalah yang multi kompleks, mulai dari masalah politik,
ekonomi, pemerintahan, bahkan sampai pada penindasan kaum muslimin pada
sebagian negeri Islam oleh orang-orang kafir. Akan tetapi kalau kita mau
memahami agama yang mulia ini berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang
sesuai dengan pemahaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya, maka tahulah kita bahwa problematika ummat yang
sesungguhnya jauh lebih besar dari itu semua adalah permasalahan aqidah
tauhid.
Hal ini karena tauhid adalah hak Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang harus ditunaikan, melebihi hak-haknya makhluq.
Sungguh ironi ketika kita berteriak-teriak membela hak-hak makhluq yang
terampas, pada saat yang sama kita mendiamkan kesyirikan di depan mata
kita.
Demikian pula, jika aqidah tauhid ini
tercemari dengan kotoran-kotoran syirik dan noda-noda kekufuran maka
bahaya yang mengancam ummat Islam, bahkan seluruh ummat manusia, tidak
saja di dunia ini tetapi sampai di akhirat kelak, yaitu kekal dalam
neraka. Bahkan syirik adalah sebab utama seluruh masalah ummat manusia
di dunia dan akhirat.
Wallahul Musta’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda di sini