Fitrah Seksualitas

Hafidz Qur'an, Tapi HOMO Mungkinkah..?

____

Fakta baru bahwa Banyak anak didik di SDIT yang hafalannya Banyak tapi paling kasar dan jorok dalam bicara, Sulit diatur dan menjadi Trouble Maker di lingkungannya. Ada beberapa santri di Pondok Pesantren yang dikenal sebagai santri yang hafalannya banyak tapi ternyata mereka pesuka sesama jenis.

Dan ini yang paling Update dan menghebohkan yang saya temukan Kemaren Sore, ada seorang pengajar Lulusan sebuah Ma'had di Timur Tengah, yang katanya Hafalan Quran dan Mutun nya banyak tapi terbongkar menyukai Santri nya yang berjenis kelamin Sama.

Kalau Sudah Begini apanya yang salah..?

Apakah Hafalan Quran tidak Berpengaruh terhadap Fitrah Seksualitas?

Maaf, bukannya menggurui atau melecehkan al-Quran, tetapi disinilah letaknya kita harus memahami bahwa Letak Hafalan di Otak manusia tidak sama letaknya dengan Bagian Pengendalian diri dan fitrah seksual. Oleh karena itu Hafalan dengan pengendalian diri adalah 2 mata pisau yang berbeda. Hafalan perlu dihafal dan pengendalian diri perlu dilatih. Hafalan tergantung Kepada Frekwensi Murajaah sedangkan Suka terhadap sesama jenis adalah Penyakit yang bisa disembuhkan.

Berikut ini paparan yang perlu disimak dalam mendidik anak :

Suatu hari ada seorang orang tua yang curhat yang mana curhatan itu mungkin pernah kita rasakan juga dalam mendidik anak.

Beliau berkata :

"Mumpung anak masih kecil, jangan sampai salah seperti saya ya. Anak pertama usia 22 thn hafal 18 juz. Anak kedua dan ketiga semua hafidz dan hafidzah. Tuntas 30 juz.

Tapi ...

saya sedih karena untuk sholat saja mereka masih diingatkan dan disuruh. Saya menangis saat saya baru sadar bahwa ada yg terlewat kala itu.

Fitrah keimanan yang harusnya ditanam di 7 tahun pertama dalam hidup anak-anak kita ternyata lupa saya kawal lebih ketat dan belum tuntas. Dan sekarang kami harus "restart" dari awal untuk mengulang proses yg terlewat".

Didiklah anak sesuai fitrah

Fitrah apa? Ada beberapa fitrah yang harus diarahkan sejak belia, Diantaranya adalah :

1. Fitrah Iman

2. Fitrah Belajar

3. Fitrah Bakat dan

4. Fitrah Seksualitas.

Fitrah seksualitas? Apa Maksudnya?

Mendidik anak sesuai fitrah seksualitas artinya mengenalkan anak bagaimana bersikap, berpikir, dan merasa seperti gendernya.

Jika ia anak perempuan, maka kita bangkitkan fitrah seksulitasnya sbg perempuan.

Jika ia laki-laki maka kita bangunkan fitrah seksualitasnya sebagai laki-laki.

Pertanyaan berikutnya yg muncul, bagaimana teknis membangkitkan fitrah seksualitas ini ?

Ada beberapa tahap yg perlu kita kawal di tiap fasenya.

1. Usia 0 - 2 tahun

Pada usia ini anak harus dekat dengan bundanya.

Pendidikan tauhid pertama adalah menyusui anak sampai 2 tahun.

Menyusui, bukan memberi asi. Langsung disusui tanpa pumping dan tanpa disambi pegang hp.

2. Usia 3 - 6 tahun

Pada usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya.

Dekat dengan bundanya, juga dekat dengan ayahnya. Perbanyak aktivitas bersama.

3. Usia 7 - 10 Tahun

Pada usia ini dekatkan anak sesuai gendernya.

Jika anak laki-laki, maka dekatkan dengan ayahnya.

Ajak anak beraktifitas yang menonjolkan sisi ke-maskulin-annya. Nyuci motor, akrab dg alat-alat pertukangan, dsb.

Jika anak perempuan, maka dekatkan dengan bundanya.

Libatkan anak dalam aktifitas yg menonjolkan ke-feminin-annya. Stop katering dan banyak utak atik di dapur bersama anak, melibatkan saat bersih-bersih rumah, menjahit dsb.

4. Usia 11 - 14 tahun

Usia ini sudah masuk tahap pre aqil baligh akhir dan pada usia ini mulailah switch/menukar kedekatan.

Lintas gender.

Jika anak laki-laki maka dekatkan pada bundanya.

Jika anak perempuan, maka dekatkan pada ayahnya.

Ada sebuah riset yg menunjukkan jika seorang anak perempuan tidak dekat dengan ayahnya pada fase ini maka data menunjukkan anak tersebut 6x lebih rentan akan ditiduri oleh laki-laki lain.

Di sebuah artikel parenting dulu, saya juga menemukan hal senada.

Jika tdk dekat dengan ayahnya, maka anak perempuan akan mudah terpikat dengan laki-laki yang menawarkan perhatian dan cinta meski hanya untuk kepuasan dan mengambil keuntungan semata._

Logis juga sih. Saat ada laki-laki yang memuji kecantikannya, mungkin ananda gak gampang silau karena ada ayahnya yg lebih sering memujinya.

Kalau ada laki-laki yang memberikan hadiah, ananda tak akan gampang klepek-klepek karena ada ayahnya yg lebih dulu mencurahkan perhatian dan memberi hadiah.

Pada fase ini jika anak perempuan harus dekat dengan ayahnya, maka sebaliknya, anak laki-laki harus dekat dengan bundanya.

Efek yang sangat mungkin muncul jika tahap ini terlewat, maka anak laki-laki punya potensi lebih besar untuk jadi suami yg kasar, playboy, dan tidak memahami perempuan.

Ada yang tanya, lho kalau ortunya bercerai atau LDR bagaimana?

Hadirkan sosok lain sesuai gender yg dibutuhkan.

Misal saat ia tak punya ayah, maka cari laki-laki lain yg bisa menjadi sosok ayah pengganti. Bisa kakek, atau paman.

Sama dengan Rasulullah. Meskipun tak punya ayah dan ibu, tapi Rasulullah tak pernah kehilangan sosok ayah dan ibu. Ada kakek dan pamannya. Ada nenek, bibi dan ibu susunya.

Fase berikutnya setelah 14 thn bagaimana?

Sudah tuntas. Karena jumhur ulama sepakat usia 15 thn adalah usia aqil baligh.

Artinya anak kita sudah "bukan" anak kita lagi.

Ia telah menjelma menjadi orang lain yg sepadan dengan kita. Maka fokus dan bersabarlah mendampingi anak-amak, karna kita hanya punya waktu 14 tahun saja.

Saling mengingatkan, saling menguatkan, saling mendoakan ya teman-teman.

Moga Allah mampukan dan bisa mempertanggung jawabkan amanah ini kelak di hari penghitungan..

Selamat berkumpul dan merajut cinta bersama keluarga. Apapun keadaannya, jangan lupa bersyukur dan bahagia ya..

______

Disadur dari FBE

Sekolah Inklusi al muttaqin

https://www.facebook.com/796910273974121/posts/947440995587714/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda di sini

RECENT POSTS

RECENT COMMENTS