Etika Orangtua di Hadapan Guru

Sering kita dapati, sebagian orang tua yang tidak terima dengan perlakuan guru kepada anaknya langsung ke sekolah lalu melabrak sang guru tanpa mengindahkan etika. Bahkan tak jarang berakhir dengan aksi pemukulan.

Fenomena ini diangkat oleh Asy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Hamd dalam karya beliau bertajuk Attaqshir fi Tarbiyatil Abna'. Beliau menyebutkan bahwa tindakan yang semacam ini bukanlah tindakan yang terpuji dan justru akan berefek buruk kepada anak.

Beliau mengatakan,

"Kadang terjadi peristiwa di mana salah seorang guru atau pengurus sekolah memarahi atau memberikan hukuman kepada murid. Orang tuanya justru datang sambil marah-marah. 

Alih-alih berbicara dengan sopan dan santun kepada pihak yang menghukum anaknya, atau setidaknya membicarakannya empat mata, dia malah melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada sang guru dan menumpahkan emosinya kepada sang guru DI DEPAN SANG ANAK."

Apa akibat buruk dari hal ini?

Beliau melanjutkan, 

"Dari sini, berkuranglah wibawa sang guru di mata anak- anak. Akhirnya anak itu merasa sombong, angkuh dan bangga diri. Setelah itu, besar kemungkinan ia tidak akan mau lagi mendengar ucapan sang guru."

Sampai di sini kutipan dari Syaikh Al Hamd.

Buruk sekali akibatnya bukan?

Ketika menyekolahkan anak di suatu lembaga tentunya sudah mempercayakan pendidikan mereka kepada guru-guru di sana. Jadi -mohon maaf sebelumnya- bersikap santunlah kepada guru anak-anak kita. Jangan karena kita sudah membayar SPP, merasa sudah menggaji guru, sehingga guru-guru itu tidak lagi kita hormati.

Mungkin kita bisa berkaca pada kisahnya khalifah Abdul Aziz bin Marwan dan guru dari putra beliau.

Disebutkan dalam Siyar A'lamin Nubala (5/116) bahwa Abdulaziz bin Marwan yang ketika itu menjabat sebagai salah satu gubernur dari Bani Umayyah mengutus putranya, Umar bin Abdil Aziz ke Kota Madinah untuk belajar. 

Ia menugaskan pengajarannya kepada Shalih bin Kaisan. Shalih pun mau mengajari dengan syarat si Umar harus komitmen menjaga shalat. 

Suatu hari Umar terlambat shalat, sehingga ditanya oleh Shalih,

“Apa yang membuatmu terlambat?” 

“Tadi sisiran dulu..” Jawabnya.

“Hanya menyisir rambut sampai mengganggu shalatmu?” kata Shalih. 

Shalih pun menulis surat kepada ayahnya, sang gubernur. 

Mendengar pengaduan tersebut, sang gubernur pun mengirim utusan dan tanpa babibu langsung menggunduli rambut putranya. Komitmen yang dibuat harus dijaga.

Orangtua perlu bersinergi dengan guru kalau mau pendidikan anaknya berhasil biidznillah. Saling bekerja sama dan menjaga etika. Kedepankan dialog dengan penuh kesantunan.

Mohon maaf kalau kurang berkenan.


Kota Pelajar, 25 Agustus 2020.

WMB.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02yzBvycHnDeWHh7zaSduHfpLqADXtu4i3A697Exo6ygSAdaKqqgsNTnkGxdE2ktpil&id=100005709420745&mibextid=Nif5oz

RECENT POSTS

RECENT COMMENTS