Duhai… Siapa yang Tega Menipuku Hingga Aku Menikah Denganmu?

Duhai… Siapa yang Tega Menipuku Hingga Aku Menikah Denganmu?

Saya pernah merasa “aneh” ketika sepintas membaca risalah salah seorang Ustadz tentang Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menghafal Al-Qur’an. Ustadz menyatakan bahwa salah satu cara menjaga Al-Qur’an adalah dengan memerhatikan siapa yang akan dijadikan istri. Waduh, rasanya kok tidak nyambung ya? Apa kaitannya hafalan pribadi dengan istri? Bukankah ibadahnya kita ya.. ibadahnya kita, sebagaimana ibadahnya istri ya ibadahnya istri?

Jika pembaca ikut merasa tidak nyambung, mari kita baca dulu nukilan salah satu kisah menarik berikut ini, yang saya nukilkan dari kitab Shifatus-Shafwah (صفة الصفوة), karya Ibnul Jauzi.

أبو يوسف البزاز قال تزوج رياح القيسي امرأة فبنى بها فلما أصبح قامت الى عجينها فقال لو نظرت الى امرأة تكفيك هذا فقالت إنما تزوجت رياحا القيسي ولم أرني تزوجت جبارا عنيدا فلما كان الليل نام ليختبرها فقامت ربع الليل ثم نادته قم يا رياح فقال أقوم فقامت الربع الآخر ثم نادته فقالت قم يا رياح فقال أقوم فلم يقم فقامت الربع الآخر ثم نادته فقالت قم يا رياح فقال اقوم فقالت مضى الليل وعسكر المحسنون وأنت نائم ليت شعري من غرني بك يا رياح قال وقامت الربع الباقي 


Abu Yusuf Al-Bazzar berkata,

Riyah Al-Qaisi menikahi seorang wanita, lalu ia membangun rumah tangga dengannya. Ketika pagi hari, wanita ini beranjak menuju adonannya.

Maka, Riyah berkata, “Seandainya Engkau mencari seorang wanita yang dapat mengerjakan pekerjaanmu ini….”

Istrinya menjawab, “Aku hanyalah menikah dengan Riyah Al-Qaisi dan aku tidak membayangkan menikah dengan orang yang sombong dan ingkar.”

Pada malam harinya, Riyah tidur untuk menguji istrinya. Ternyata istrinya tersebut bangun pada seperempat malam pertama kemudian memanggilnya seraya berkata, “Bangun (untuk ibadah/shalat malam-ed), wahai Riyah!”

Riyah menjawab, “Aku akan bangun.” Namun, ia tidak bangun juga.

Lalu, istrinya bangun lagi pada seperempat malam berikutnya, kemudian memanggilnya lagi seraya berkata, “Bangun, Wahai Riyah!”

Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Akan tetapi, ia masih tidak bangun.

Maka, istrinya tersebut akhirnya berkata,

“Malam-malam telah berlalu dan orang-orang yang berbuat kebajikan meraih keuntungan, sedangkan Engkau tidur. Duhai siapa yang tega menipuku hingga aku menikah denganmu, wahai Riyah?”

Akhirnya, Riyah pun bangun pada seperempat waktu yang tersisa.

(Shifatus-Shafwah, IV/43-44, pasal ذكر المصطفيات من عابدات البصرة المعروفات بغيرهن , nomor 613)

Setelah membaca nukilan di atas, barulah saya mulai memahami apa yang dimaksudkan Ustadz.

Semoga kita dipertemukan dengan istri yang “galak” eh… istiqomah seperti istri Riyah di atas ^__^
.
Ba’da Shubuh di Yogyakarta, 27 Rabi’uts-Tsani 1431


http://alashree.wordpress.com/2010/04/12/faidah-istri-riyah-alqaisi/

1 komentar:

Silahkan masukkan komentar anda di sini

RECENT POSTS

RECENT COMMENTS