HADIS-HADIS TENTANG LINGKUNGAN PENDIDIKAN KELUARGA
MATA KULIAH:
STUDI TAFSIR DAN HADIS TARBAWI

Dosen Pengampu:
Dr. Achmad Syarifudin, M.A.
Oleh:
Robin Andespa
NIM: 1802012013
PROGRAM STUDI
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2018
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan islam dimulai dari lingkungan
keluarga. Allah Ta’ala telah menerangkan dalam Al-Quran di antaranya :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [at-Tahrîm/66:6].
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [at-Tahrîm/66:6].
Dari ayat di atas, Allah memerintahkan
orang-orang beriman agar memulai pendidikan di lingkungan keluarga terlebih
dahulu sebelum mendidik orang lain (masyarakat).
Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga
bersabda tentang pertanggungjawaban suami dan istri di dalam keluarga.
وَالرَّجُلُ فِي
أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ فِي بَيْتِ
زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ فِي مَالِ
سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Seorang laki-laki (kepala rumah tangga) adalah pemimpin (pengatur) terhadap keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang wanita (ibu rumah tangga) adalah pemimpin (pengatur) di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.” [HR. Al-Bukhâri, no. 2558, dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma].
Dari
hadis di atas menjadi jelaslah bahwa pertanggungjawaban kepemimpinan kepala
rumah tangga dan ibu rumah tangga dimulai dari lingkungan keluarga, terutama
masalah pendidikan keluarga.
Oleh
karena itu, karena pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga, bahkan sering
dikatakan “Al-Usrah al-madrasatul ula”,
maka pada kesempatan ini pemalah akan menyajikan makalah yang berjudul Hadis
Tentang Lingkungan Pendidikan Keluarga.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah
sebagai berikut:
- Apa yang dimaksud lingkungan pendidikan keluarga ?
- Bagaimana penjelasan hadis-hadis tentang lingkungan pendidikan keluarga?
PEMBAHASAN
A. Lingkungan Pendidikan Keluarga
Lingkungan
pendidikan keluarga terdiri atas tiga kata yaitu lingkungan, pendidikan, dan
keluarga.
- Lingkungan
Lingkungan
adalah daerah (kawasan dan sebagainya) yang termasuk di dalamnya; konfigurasi
sumber daya yang tersedia bagi pengguna[1].
Menurut Sartain (ahli psikologi Amerika), yang
dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara
tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life
processes.
Lingkungan
secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidupa
lainnya. Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan alam hayati (biotik),
lingkungan alam nonhayati (abiotik), lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
Sebagai contoh saat berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman
sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah,
juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan- hewan yang
ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan
tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar[2].
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik[3]
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Sedangkan
lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan sebagai berbagai
lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari
lingkungan sosial[4]
3. Keluarga
Keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya,
seisi rumah; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; satuan kekerabatan yang
sangat mendasar dalam masyarakat[5]
Keluarga secara etimologi terdiri dari
perkataan “kawula” dan warga”. Yang berarti kawula adalah adalah abdi dan warga
adalah anggota. Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa
pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang
ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan reproduksi[6]. Keluarga
adalah sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan,
perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai
dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik[7].
Dari definisi-definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa keluarga adalah hubungan atau sekelompok orang yang
dipersatukan oleh pertalian pernikahan, darah, atau adopsi yang umumnya ditandai
tempat tinggal bersama.
Keluarga merupakan bagian dari sebuah
masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab,
ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan
pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak
sangat besar dalam berbagai macam sisi[8].
Keluargalah yang menyiapkan potensi
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian
anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau
keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara
untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam
keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di
antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan
adab jimak sampai masa pasca kelahiran yang mencakup tahnik, mendoakan bayi, memberikan
nama yang bagus untuk bayi, aqiqah, mencukur rambut bayi, memberikan sedekah
seharga perak yang ditimbang dengan berat rambut, dan khitan. Pelaksanaan
amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak[9].
Dari berbagai penjelasan di atas, maka
lingkungan pendidikan keluarga adalah berbagai faktor lingkungan, baik hidup (orang
tua, anak, orang seisi rumah) maupun tak hidup (media cetak, media elektronik,
sarana prasarana, dan sebagainya) yang menunjang dan berpengaruh terhadap
proses pendidikan di dalam keluarga.
B. Penjelasan Hadis-Hadis tentang Lingkungan Pendidikan Keluarga
Berikut beberapa hadis tentang lingkungan
pendidikan keluarga :
1. Hadis tentang Pendidikan untuk Calon Orang
Tua
Sebelum anak dilahirkan, calon ayah atau
ibu, dituntut untuk memperbaiki dan mendidik dirinya terlebih dahulu. Kemudian,
memilih calon pasangan yang shalih/shalihah yang insya Allah kelak akan menjadi
orang tua dari si anak.
تُنْكَحُ الْمَرأَةُ
لأَِرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَافَاظْفَرْبِذَاتِ
الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: “Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, status sosialnya, kecantikannya dan agamanya. Carilah wanita yang punya agama, engkau akan beruntung” [HR. al-Bukhâri dan Muslim].
‘Umar
bin Khaththâb Radhiyallahu anhu pernah ditanya mengenai hak seorang anak atas
ayahnya. Beliau menjawab: “Yaitu memilih ibu terbaik, menamainya dengan nama
yang baik dan mengajarinya al-Qur`an”.
Abul Aswad ad-Duali rahimahullah pernah
berkata kepada anak-anaknya: “Aku telah berbuat baik kepada kalian saat masih
kanak-kanak dan dewasa serta sebelum kalian terlahirkan”. Mereka
bertanya-tanya: “Bagaimana ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami
dilahirkan?”. Ia menjawab: “Aku pilihkan kalian ibu yang tidak akan menjadi
celaan bagi kalian”
Seorang anak selain membutuhkan seorang ibu
yang shalihah, ia juga membutuhkan keberadaan bapak yang shalih yang memberikan
perhatian kepada ibu dan anaknya. Di sinilah letak kewajiban keluarga dan wali
wanita. Mereka hendaknya tidak menikahkan putrinya dengan lelaki mana saja yang
maju meminangnya. Harus dipastikan kebaikan budi pekerti si pria dan agamanya,
terutama di masa sekarang yang penuh dengan fitnah dan pemikiran yang
menyeleweng. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا جاءكم من ترضون
دينه وخلقه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير
Artinya: “Jika datang kepada kalian lelaki yang kalian ridhai agama dan akhaknya, maka nikahkanlah. Jika tidak, akan terjadi fitnah di dunia dan kerusakan yang besar”. (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
Al-Mubârakfuri rahimahullah menjelaskan:
“Bahaya itu akan terjadi karena kalian tidak akan menikahkannya kecuali dengan
lelaki berharta atau berstatus sosial tinggi. Sehingga kemungkinan akan banyak
kaum wanita hidup tanpa suami dan kaum lelaki hidup tanpa istri. Akibatnya,
banyak orang terjerumus dalam fitnah perzinaan. Dan pada gilirannya aib akan
melekat pada para wali, dan kemudian fitnah dan kerusakan pun semakin menyala-nyala.
Terputusnya garis nasab dan pudarnya keshalihan pribadi dan penjagaan terhadap
kehormatan jiwa pun terjadi”. (Lihat Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, Shalih al-Fauzân, Dârul ‘Ashimah Cet. I Th.
1423H)[10]
Akan sangat berbahaya, bila seorang muslimah
berada di bawah kendali lelaki mulhid (berpemikiran menyimpang), atau lelaki
permisif yang memandang kebebasan mutlak bagi manusia, suami yang memaksa untuk
berbuat maksiat, tidak mengenal arti penting pemeliharaan kehormatan dan
sebagainya.
- Hadis tentang Pendidikan untuk Orang Tua
a. Kewajiban Orang Tua dalam Mendidik Anak
Sesuai Fitrahnya (al-Islam)
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” [Muttafaqun ‘alaih].
Hadits ini memerintahkan kepada setiap
orang tua untuk bisa menjaga fitrah anaknya (keislaman) anaknya, mendidik
mereka dengan pendidikan islam. Sehingga si anak tidak berubah menjadi yahudi,
nasrani atau majusi.
b. Hadis tentang Tanggung Jawab Orang Tua
Sebagai Pemimpin dalam Pendidikan Keluarga
وَالرَّجُلُ رَاعٍ
عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى
بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى
مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 7138 dan Muslim no. 1829)
Hadis
di atas menjelaskan kepada kita tentang tanggung jawab kepemimpinan dalam
keluarga. Suami bertanggung jawab penuh atas kepemimpinannya dalam keluarga,
istri bertanggung jawab atas kepemimpinannya dalam rumah suami dan anak
suaminya, dan bahkan budak/pembantu pun bertanggung jawab atas harta
tuan/majikannya.
3. Hadis tentang Pendidikan untuk Anak
a. Mentahnik, mendoakan keberkahan, dan menamakan bayi dengan nama yang baik
Artinya: Dari Abu
Musa Radhiallohu anhu beliau berkata: aku dikaruniai seorang anak, maka aku pun
membawanya ke Rasulullah sallallohu alaihi wasallam, beliau pun memberinya nama
Ibrahim, kemudian mentahniknya dengan sebuah kurma, dan mendoakan keberkahan
untuknya serta memberikannya kepadaku. (HR. Al Bukhari)
Tahnik ialah mengunyah makanan manis seperti
korma dan disuapi kepada bayi yang baru dilahirkan[11]. Tahnik dilakukan demikian kepada bayi agar ia
terlatih terhadap makanan dan untuk menguatkannya. Dan yang patut dilakukan
ketika mentahnik hendaklah mulut bayi tersebut dibuka sehingga sesuatu yang
telah dikunyah masuk ke perutnya. Dan yang lebih utama ketika mentahnik ialah
dengan kurma. Dan kalau tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya
madu lebih utama dari yang lainnya (kecuali kurma). Demikian keterangan Ibnu
Hajar di Fat-hul Baari Kitabul Aqiqah. Menurut Imam Nawawi bahwa tahnik ini
termasuk sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam dengan kesepakatan para ulama.
(Lihat Syarah Muslim Kitabul Adab)[12]
Sedangkan
yang dimaksud dengan mendoakan keberkahan ketika anak itu lahir dan waktunya
sesudah tahnik ialah misalnya dengan ucapan, “Baarakallahufih” atau dengan
ucapan “Allahumma baarik fih”. Atau dengan doa yang kita atur sendiri dengan
bahasa kita yang maksudnya memohon kepada Allah agar anak yang baru lahir itu
mendapat keberkahan-Nya[13].
Pemberian
nama ialah untuk mengenal terhadap sesuatu yang dinamakan. Ibnu Qayim berkata, "Pemberian
nama pada hakikatnya merupakan tindakan untuk memperkenalkan sesuatu yang
diberi nama. Karena jika dia ditemukan, namun dia tidak dikenal, maka tidak ada
sesuatu yang dapat dilakukan untuk memperkenalkannya. Maka pemberian nama boleh
dilakukan saat dia dilahirkan, atau ditunda tiga hari kemudian, atau saat dia
melakukan aqiqah, boleh juga sebelumnya atau sesudahnya. Perkaranya luas."
(Tuhfatul Maudud, hal. 111)[14].
Disunnahkan
memberi nama yang baik, atau dengan nama-nama para nabi dan shahabat. Dari Nafi
bin Ibnu Umar, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, yang artinya: "Sesungguhnya,
nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman."
(HR. Muslim, no. 2132). Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Malam ini aku mendapatkan kelahiran anak, maka aku beri nama dia
dengan nama bapakku; Ibrahim." (HR. Muslim, no. 2315).
b. Aqiqah, mencukur rambut kepala bayi, bersedekah seberat timbangan rambut
Dari Ali
bin Abi Thalib, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
melakukan aqiqah terhadap Hasan dengan seekor kambing, lalu dia berkata, 'Wahai
Fatimah, gundullah kepalanya dan sedekahlah dengan perak seberat timbangan
rambutnya. Maka Fatimah berkata, 'Lalu aku timbang rambutnya, maka beratnya
satu dirham atau sebagiannya." (HR. Tirmizi, no. 1519. Dinyatakan hasan
oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, no. 122).
Aqiqah
adalah menyembelih kambing untuk anak pada hari ketujuh dari hari kelahirannya.
Adapun di antara faidah aqiqah antara lain :
1. Taqarrub kepada Allah Ta’ala
2. Menghidupkan sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam
3. Sebagai syiar islam tentang kelahiran anak yang menyalahi kebiasaan
orang-orang kuffar
4. Sebagai tanda syukur kepada Rabbul ‘Alamin atas nikmat-Nya yang sangat
besar ketika Dia memberikan si buah hati
5. Membebaskan anak dari tahanannya dan gadaiannya. Dan dia tidak bisa
dibebaskan atau ditebus kecuali dengan aqiqah
6. Bergembira pada hari-hari yang sangat bahagia ketika si buah hati lahir ke
dunia dengan izin Allah Ta’ala
7. Menginfakkan harta di jalan yang diridhai dan dicintai Allah dan Rasul-Nya
8. Memberi makan keluarga, tetangga, teman, dan fakir miskin
9. Memberi manfaat kepada anak yang lahir dengan aqiqahnya itu bahwa dia telah
ditebus dengan seekor kambing sebagaimana Ismail Allah telah menggantinya
dengan sembelihan seekor kibasy
10. Menunjukkan tanggung jawab seorang bapak terhadap anak-anaknya[15]
Adapun yang dimaksud mencukur rambut kepala bayi
ialah mencukur habis seluruh rambut kepala (dibotakkan) tanpa sisa pada hari
ketujuh dari kelahirannya.
Di antara hikmah mencukur rambut kepala ialah
agar di kemudian hari tidak mudah rontok, rusak, atau botak. Setelah rambutnya
dibotakkan sebagian ulama mengatakan disukai memberi wangi-wangian. Barulah setelah
itu bayi tersebut dikatakan bersih dari kotoran mentaati perintah Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam. Dan ini menunjukkan bahwa bayi yang tidak dicukur sampai
lama bahkan ada yang seterusnya sampai dewasa dikatakan bayi tersebut masih
kotor belum bersih meskipun dimandikan sehari dua kali!.
Setelah rambut bayi dicukur habis, rambutnya
dikumpulkan kemudian ditimbang beratnya dan disedekahkan kepada fakir miskin
seberat rambut yang telah ditimbang imma dengan perak atau dengan harganya
(uang)[16].
c. Khitan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Artinya: “Ibrahim
alaihissalam berkhitan dengan menggunakan qaduum sedangkan beliau berumur 80 tahun” (HR.
Bukhari no. 3356 dan Muslim no. 2370).
Dari Abu
Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Fitrah itu ada lima, atau ada lima
perkara yang termasuk fitrah, yaitu; Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut
bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis." (HR. Bukhari, no.
55550, Muslim, no. 257).
Di
antara faidah khitan adalah sebagai berikut:
- Mengikuti sunnahnya
para nabi dan rasul. Inilah yang dinamakan al-fithrah atau ad-din, agama
- Khitan merupakan
salah satu syiar dari syiar-syiar islam yang besar. Kalau di dalam agama
kristen ada baptis maka di dalam islam ada khitan
- Khitan sebagai
pembeda antara muslim dengan kafir. Dan hal ini telah ma’ruf dan masyhur
sekali di kalangan umat manusia sehingga khitan itu senantiasa terkait
dengan keislaman seseorang
- Khitan sebagai
kebersihan dari najis dan kotoran. Bahwa menjaga dan memelihara diri dari
najis hukumnya wajib dan khitan sebagai jalan keluar yang dapat
mengatasinya. Karena dengan khitan niscaya najis dari sisa air kencing
tidak akan bertahan dan mengendap.
- Menstabilkan syahwat
(Ini khusus bagi perempuan) dan membaguskan wajah[17]
Dari hadis-hadis tentang pendidikan pada masa
bayi dan kanak-kanak di atas, tampak jelas pesan-pesan pendidikan dari
sunnah-sunnah Rasulullah yang mesti dilakukan orang tua di fase awal (masa bayi
dan kanak-kanak), mulai dari tahnik, sebagai awal keberkahan untuk si buah
hati, doa keberkahan, memberi nama dengan makna yang bagus, serta ungkapan
syukur dengan aqiqah untuk memperoleh keberkahan. Dan tidak kalah penting,
mencukur rambut agar bersih dari kotoran, bersedekah kepada fakir miskin
seberat timbangan rambut, serta khitan sebagai sunnah fitrah yang dapat menjaga
kebersihan dari najis dan kotoran.
d. Penjelasan Hadits Arba’in Nawawiyah Ke-19
الحديث التاسع عشر:
عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال: كنت خلف النبي صلى الله عليه
وسلم يوماً، فقال لي: “يا غلام، إنّي أعلمك كلماتٍ: احفظ الله يحفظك، احفظ الله
تجده تجاهك، إذا سألت فاسأل اللهَ، وإذا استعنت فاستعن بالله، واعلم أن الأمة لو
اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على
أن يضرّوك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف”،
رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح. وفي رواية غير الترمذي: “احفظ الله تجده أمامك،
تعرّف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة، واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبَك، وما
أصابك لم يكن ليخطئَك، واعلم أن النصر مع الصبر، وأن الفَرَج مع الكرب، وأنّ مع
العسر يسراً”.
Artinya: “Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Suatu hari (ketika) saya (dibonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di belakang (hewan tunggangan) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepadaku: “Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkan beberapa kalimat (nasehat penting) kepadamu, (maka dengarkanlah baik-baik!): “Jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka Allah akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu (selalu bersamamu dan menolongmu), jika kamu (ingin) meminta (sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan jika kamu (ingin) memohon pertolongan, maka mohon pertolonganlah (hanya) kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa seluruh makhluk (di dunia ini), seandainya pun mereka bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) bagimu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (kebaikan) yang telah Allah tuliskan (takdirkan) bagimu, dan seandainya pun mereka bersatu untuk mencelakakanmu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (keburukan) yang telah Allah tuliskan (takdirkan) akan menimpamu, pena (penulisan takdir) telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering.” HR At Tirmidzi (7/228-229 –Tuhfatul Ahwadzi), hadits no. 2516), disahihkan oleh Syaikh Al Albani), dan dia berkata: (hadits ini adalah) hadits hasan sahih.
Dan
dalam riwayat lain selain At Tirmidzi (Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dalam
Musnadnya dan sanadnya lemah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rajab (hal.
460), akan tetapi Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam Musnad beliau
(1/307) dengan sanad lain yang sahih): “Jagalah
Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu (selalu bersamamu dan
menolongmu), kenalkanlah/dekatkanlah (dirimu) pada Allah disaat (kamu dalam
keadaan) lapang (senang), supaya Allah mengenali (menolong)mu disaat (kamu
dalam keadaan) susah (sempit), dan ketahuilah, bahwa segala sesuatu (yang telah
Allah ta’ala tetapkan) tidak akan menimpamu, maka semua itu (pasti) tidak akan
menimpamu, dan segala sesuatu (yang telah Allah ta’ala tetapkan) akan
menimpamu, maka semua itu (pasti) akan menimpamu, dan ketahuilah, sesungguhnya
pertolongan (dari Allah ta’ala) itu selalu menyertai kesabaran,dan jalan keluar
(dari kesulitan) selalu menyertai kesulitan, dan kemudahan selalu menyertai
kesusahan.”
Beberapa
masalah penting yang terkandung dalam hadis ini :
- Kewajiban mendidik
anak-anak tentang urusan agama mereka sesuai dengan apa-apa yang Allah
telah syariatkan
- Anak-anak diajak
berbicara dan berkomunikasi dengan baik dengan cara yang mudah dipahami
oleh mereka
- Mengajarkan kepada
mereka segala sesuatu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat mereka
- Mengajarkan kepada
mereka perintah-perintah Allah, larangan-larangan-Nya, dan hak-hak-Nya agar
memelihara dan menjaganya meskipun mereka belum terkena taklif (kewajiban)
- Kepada anak-anak juga
diajarkan tentang halal dan haram, perintah dan larangan, meskipun mereka
tidak berdosa apabila melanggarnya
- Anak-anak juga
apabila mengerjakan amal taat mereka diberi pahala sunat
- Anak-anak diajarkan
tentang tauhid dan aqidah yang benar
- Anak-anak diajarkan
tentang kesabaran dalam menghadapi sesuatu. Dan bahwa pertolongan itu akan
datang sesudah ada kesabaran
- Mereka pun diajarkan
tentang kesusahan dan kesempitan yang akan selalu diiringi dengan
kemudahan dan kelapangan[18]
e. Hadis tentang pendidikan shalat dan fitrah seksualitas
Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata,
"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوْا
أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي
الْمَضَاجِعِ
Artinya: "Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka saat mereka berusia sepuluh tahun, pisahkan tempat tidur di antara mereka." (HR. Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)
Beberapa
masalah penting yang terkandung dalam hadis ini :
1. Kewajiban orang tua untuk memerintahkan anak-anak mereka untuk
menegakkan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Sebelum usia anak tujuh
tahun tidak wajib bagi para orang tua memerintahkan anak-anak mereka mendirikan
shalat. Akan tetapi kalau anak-anak itu mengerjakan juga shalat lima waktu atau
sebagiannya tanpa perintah sebagai suatu keharusan maka hal ini tidak salah
bahkan di dalamnya terdapat kebaikan sebagai pendidikan awal. Mereka
mengerjakannya di bawah usia tujuh tahun imam disebabkan pengajaran atau
melihat contoh atau anjuran yang tidak ditekankan dan diharuskan. Apabila anak
tersebut telah mendekati usia tujuh tahun atau sebelumnya, maka wajiblah bagi
setiap orang tua mengajarkan anak-anak tentang cara mendirikan shalat dan yang
berhubungan dengannya seperti cara berwudhu.
2. Kewajiban orang tua untuk memukul anak-anak mereka yang meninggalkan
shalat fardhu ketika mereka berumur sepuluh tahun. Dan tentunya dengan pukulan:
a. yang dapat mereka terima (ringan yang sesuai dengan kemampuan mereka)
b. yang tidak membekas pada tubuh
c. bukan pada bagian muka
3. Kewajiban orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak-anak apabila
mereka telah berumur sepuluh tahun, imma dipisahkan kamarnya, imma dipisahkan
tempat tidur atau kasurnya meskipun masih di dalam satu kamar. Perinciannya
sebagai berikut:
a.
Antara anak laki-laki dengan anak perempuan
dipisahkan kamarnya
b.
Antara anak laki-laki dengan anak laki-laki
boleh dipisahkan kamarnya dan boleh juga hanya dipisahkan tempat tidur atau
kasurnya meskipun masih di dalam satu kamar
c.
Demikian juga antara anak perempuan dengan
anak perempuan boleh hanya dipisahkan tempat tidur atau kasurnya
Dan tidak syak lagi bahwa yang terbaik untuk mereka masing-masing
memiliki kamar sendiri-sendiri, agar lebih dapat mencegah kerusakan-kerusakan
yang akan terjadi di antara mereka dan sebagai pendidikan keberanian dan
kemandirian bagi mereka[19].
f. Hadis tentang adab makan
Hadits Umar bin Abi Salamah رضي الله عنه beliau berkata :
Artinya: “Aku adalah seorang anak kecil yang berada
dibawah asuhan Rosululloh صلى الله عليه وسلم dulu tanganku berkeliling
mengitari nampan kalau lagi makan, maka
berkata Rosululloh صلى الله عليه وسلم kepadaku : “Wahai anak kecil
bacalah بسم الله dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa -apa
yang dekat denganmu?”
Beberapa
masalah penting yang terkandung dalam hadis :
- Menyebut nama
Allah ketika akan makan dan minum yaitu dengan ucapan bismillah
- Makan dan minum
dengan tangan kanan
- Makan dari yang
dekat. Maksudnya ialah apabila seseorang makan bersama-sama dengan
beberapa orang dengan satu piring/nampan besar, maka wajib baginya makan
dari makanan yang dekat dengannya. Dilarang tangannya berkeliling atau
berputar-putar sehingga tidak tetap di tempatnya dan dapat mengambil hak
orang lain atau menjijikkan mereka. Adapun apabila seseorang itu makan
sendiri di piring kecil seperti piring-piring kita yang ada sekarang ini
maka tidak terkena perintah dan larangan di atas[20]
g. Hadis tentang larangan dari mengambil/memakan yang bukan haknya
عن أبى هريرة رضي الله
عنه قال: أخذ الحسن بن عليٍ رضي الله عنهما تمرة من تمرة الصدقة فجعلها فى فِيه.
فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: كخ، كخ، اِرم بها، أما علمت أنّا لا نأكل
الصدقة
Artinya: “Dari Abu Huroiroh rodhiallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Hasan bin ‘Ali rodhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma zakat (kejadian ini di masjid sebagaimana diterangkan dalam riwayat lain, pen), lalu ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan shadaqah?'” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari
hadis di atas, permasalahan penting yang dapat diambil:
1. Anak-anak pun dijaga atau dipelihara dari perbuatan yang haram
2. Mereka juga dicegah dari mengambil sesuatu yang haram
3. Mereka dilarang memakan yang haram
4. Mereka diajarkan adab-adab yang baik yang bermanfaat bagi mereka dan
dijauhkan dari yang membahayakan mereka
5. Bentakan untuk anak-anak berbeda dengan bentakan untuk orang dewasa
6. Bolehnya memanfaatkan masjid untuk urusan-urusan umum
7. Bolehnya memasukkan anak-anak ke dalam masjid. Tentunya dengan syarat
mereka tidak memberikan gangguan
8. Menyerahkan zakat kepada imam
9. Tidak halal bagi Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan keluarganya
menerima atau memakan shadaqah yang wajib (zakat) dan shadaqah sunat
10. Mengeluarkan makanan yang haram dari mulut, dan tidak ditelan[21]
h. Hadis tentang menjaga amanah
عن عبد الله بن بسر
ااصحابّي ر ضي الله عنه قال: بعثْني أميّ ألى رسول الله صلّى الله عليه و سلّم
بقِطْف من عِنَبٍ فأكلت منه قبل أن أبلغه إيّاه فلمّا جئت به أخذ بأذني، وقال: يا
غـدر
Artinya: Dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi rodhiallahu ‘anhu ia berkata: “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah'” (HR. Ibnu Sunni)
Dari
sini dapat diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan
anak sesuai dengan kadar kesalahan dan kondisi seorang anak. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak membiarkan seorang anak tidak bertanggung jawab
terhadap amanah yang telah diberikan, dan di sisi lain beliau menghukum juga
dengan tidak berlebihan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita
ambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidupa lainnya.
2. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif
dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
3. Keluarga adalah hubungan atau sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian
pernikahan, darah, atau adopsi yang umumnya ditandai tempat tinggal bersama.
4. Lingkungan pendidikan keluarga adalah berbagai faktor lingkungan, baik
hidup (orang tua, anak, orang seisi rumah) maupun tak hidup (media cetak, media
elektronik, sarana prasarana, dan sebagainya) yang menunjang dan berpengaruh
terhadap proses pendidikan di dalam keluarga.
5. Hadis-hadis tentang pendidikan keluarga yang telah kita bahas yaitu
mengenai pendidikan untuk calon orang tua, orang tua, dan anak.
B. Saran
Kami
menyarankan kepada pembaca (terutama akademisi muslim) untuk menerapkan
pendidikan secara islami di lingkungan keluarga sebagaimana hadis-hadis shahih
yang telah kita bahas bersama. Kami juga mengajak kita semua untuk menggunakan
hadis-hadis yang shahih sebagai rujukan dalam pendidikan.
[1]
Badan Bahasa Kemdikbud, Aplikasi Luring Resmi KBBI V, Dapat
diakses di https://play.google.com/store/apps/details?id=yuku.kbbi5.
[2]
Diakses dari http://stitattaqwa.blogspot.com/2012/11/tafsir-tarbawi-pendidikan-keluarga.html
pada tanggal 14 Oktober 2018.
[3]
Badan Bahasa Kemdikbud, Aplikasi Luring Resmi KBBI V, Dapat
diakses di https://play.google.com/store/apps/details?id=yuku.kbbi5.
[4]
Dinn Wayudin, dkk. Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Universitas
Terbuka, 2004), Hlm. 31.
[5]
Op. Cit., Aplikasi Luring Resmi KBBI V.
[6]
Abu Ahmadi, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1991), hlm. 58.
[7]
Ibid,
hlm. 59.
[8]
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: PT. Sinar
Baru Algesindo, 2000), hlm. 102.
[9]
Ibid, hlm. 103.
[10] Perhatian Syariat Islam Terhadap Janin,
Diakses dari https://almanhaj.or.id/3123-perhatian-syariat-islam-terhadap-janin.html, pada tanggal 16 Oktober 2018.
[11]
Mohammad Al Munajjed, Pendidikan Anak,
Diakses dari https://islamqa.info/id/20064,
pada tanggal 16 Oktober 2018.
[12]
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk yang
Dinanti, (Jakarta: Pustaka Muawiyah bin Abi Sufyan, 2013), hlm. 221.
[13]
Ibid, hlm. 222.
[14]
Mohammad Al Munajjed, Pendidikan Anak,
Diakses dari https://islamqa.info/id/20064, pada tanggal 16 Oktober 2018.
[15]
Op. Cit., Menanti Buah Hati dan Hadiah
Untuk yang Dinanti, hlm. 266-267.
[16]
Ibid, hlm. 268-270.
[17]
Ibid, hlm. 284-285.
[18]
Ibid, hlm. 337-340.
[19]
Ibid, hlm. 342-349
[20] Ibid, hlm. 351-352.
[21]
Ibid, hlm. 354
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda di sini