Pemerintah dan ormas-ormas islam selain muhammadiyah, kalau mereka
mau bisa saja sudah menetapkan masuk puasa dan hari raya jauh-jauh hari
sebelum proses ru'yatul hilal (sebagaimana halnya muhammadiyah yang
sudah menetapkan puasa dan hari raya sebelum proses ru'yatul hilal),
bahkan kalau mereka mau menetapkan puasa dan hari raya untuk 2 tahun, 5
tahun, 10 tahun, dan seterusnya, yang akan datang pun bisa.
Pemerintah dan ormas-ormas islam juga menggunakan ilmu hisab [untuk penanggalan (kalender) hijriyah, membantu menetapkan waktu sholat, membantu proses ru'yatul hilal, dan lain-lain], tentu dengan metode ilmu hisab yang beragam (bukan cuma "hisab hakiki"), karena teramat banyak metode ilmu hisab di dunia ini.
Lalu mengapa kita tidak menggunakan metode hisab untuk penentuan/penetapan puasa dan hari raya ?
Karena kita bukan penganut paham sesat "inkarussunnah", kita masih beriman dengan hadits Nabi shallallahu'alaihi wa sallam berikut.
"Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain "…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080)
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" (HR. An Nasai no. 2116)
Lalu kapan penganut ilmu hisab mengamalkan hadits-hadits yang mulia tersebut, jika jauh-jauh hari sudah menetapkan puasa dan hari raya??
Kapan solusi dari Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, "Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari", "Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" bisa diamalkan, jika ru'yatul hilal pun tidak kita amalkan ??
Padahal kita MENGAKU "muhammadiyah" = "pengikut ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam" ??!!
Apakah kita menutup mata dari perkembangan ilmu hisab ?
Tentu saja tidak. Ilmu hisab tidak dilarang secara mutlak, bahkan banyak sekali manfaatnya, asalkan digunakan sesuai tempatnya. Di antara manfaatnya [lihat "Bid'ahkah Ilmu Hisab ?!" hal 250-251, Karya Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon]:
- untuk menetapkan kalender hijriyah. Namun ini hanya bisa digunakan untuk kepentingan sipil dan administrasi, dan sama sekali BUKAN UNTUK MENENTUKAN hari-hari ibadah
- untuk membantu menetapkan waktu sholat, karena waktu sholat tidak disyaratkan dengan melihat tanda-tanda masuknya secara langsung. Dan para ulama kontemporer pun telah sepakat atas bolehnya berpedoman pada jadwal waktu sholat yang dibangun di atas ilmu hisab DENGAN SYARAT tidak secara nyata dan pasti bertentangan dengan waktu sebenarnya
- membantu proses ru'yatul hilal, dengan cara menentukan di sebelah mana letak hilal dari tempat terbenamnya matahari, sehingga dalam proses ru'yatul hilal bisa difokuskan melihat pada posisi tersebut
- Jika SECARA HISAB hilal tidak mungkin terlihat, ini bisa menjadi acuan bagi hakim, qodhi, atau badan berwenang lainnya agar LEBIH HATI-HATI dalam menerima persaksian, dengan cara menanyakannya secara lebih cermat dan detail tentang hilal yang dia bersaksi melihatnya. Namun, jika orang yang bersaksi melihatnya itu benar-benar bisa diterima persaksiannya, maka HARUS DITERIMA, meskipun secara ilmu hisab hilal tidak mungkin bisa diru'yat
- Jika SECARA HISAB hilal bisa terlihat karena sudah berada di atas ufuk, maka ini BISA JADI ACUAN bagi badan berwenang untuk TIDAK TERGESA-GESA dalam menetapkan besok harinya belum masuk bulan baru, namun BENAR-BENAR MENINGKATKAN PERHATIANNYA. Apakah benar-benar tidak ada yang melihatnya ataukah ada TAPI BELUM DISAMPAIKAN KEPADANYA. Namun, jika benar-benar TIDAK ADA YANG BERSAKSI melihat hilal, maka ru'yatlah yang jadi PATOKAN, jadi harus ditetapkan bahwa besok harinya adalah MENYEMPURNAKAN bulan tersebut menjadi 30 HARI.
- Dll.
Adapun jika ilmu hisab digunakan untuk MENENTUKAN/MENETAPKAN/MEMFATWAKAN masuknya bulan ramadhan dan hari raya (apalagi ini dilakukan oleh ormas tertentu), maka BUKAN PADA TEMPATNYA.
Di antara hujjah yang mewajibkan ru'yatul hilal untuk menentukan/menetapkan masuknya bulan ramadhan dan hari raya:
- Firman Allah Ta’ala:
"Barangsiapa di antara kamu MELIHAT bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al Baqarah: 185)
- Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
"Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain "…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080)
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" (HR. An Nasai no. 2116)
- Ijma' para ulama:
“Kita semua, secara gamblang sudah mengetahui bersama bahwa dalam Islam, penentuan awal puasa, haji, iddah, batas bulan, atau hal lain yang berkaitan dengan hilal, jika digunakan metode hisab dalam kondisi hilal terlihat maupun tidak, hukumnya adalah haram. Banyak nash dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal ini. Para ulama pun telah bersepakat akan hal ini. Tidak ada perselisihan diantara para ulama terdahulu maupun di masa sesudahnya, kecuali sebagian ulama fiqih mutaakhirin setelah tahun 300H yang menganggap bolehnya menggunakan hisab jika hilal tidak nampak, untuk keperluan diri sendiri. Menurut mereka, jika sekiranya perhitungan hisab sesuai dengan ru’yah maka mereka puasa, jika tidak maka tidak. Pendapat ini, jika memang hanya digunakan ketika hilal tidak nampak dan hanya untuk diri sendiri, ini tetaplah merupakan pendapat nyeleneh yang tidak teranggap karena sudah adanya ijma’. Adapun menggunakan perhitungan hisab secara mutlak, padahal cuaca cerah, dan digunakan untuk masyarakat secara umum, tidak ada seorang ulama pun yang berpendapat demikian”. [Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (25/132)]
Selengkapnya mari kita baca artikel tentang ru'yatul hilal dan ilmu hisab:
Menyoal Metode Hisab
Puasa dan Berhari Raya Bersama Pemerintah
Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab
Jika Saudi Arabia Sudah Melihat Hilal
Berpuasalah Karena Melihatnya
Jika Persaksian Hilal Ditolak dalam Sidang Itsbat
Fatwa Ramadhan: Tanda Mulai Puasa
Fatwa Ramadhan: Hukum Menentukan Ramadhan Dengan Metode Hisab
Fatwa Ramadhan: Hasil Ru’yah Saudi Arabia Berbeda dengan Negara Lain
http://muslim.or.id/ramadhan/kumpulan-artikel-ramadhan-di-muslim-or-id.html
Sabar Menunggu Keputusan Pemerintah dalam Berpuasa dan Berhari Raya
http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/4437-sabar-menunggu-keputusan-pemerintah-dalam-berpuasa-dan-berhari-raya.html
Ibnu Musthofa
Pemerintah dan ormas-ormas islam juga menggunakan ilmu hisab [untuk penanggalan (kalender) hijriyah, membantu menetapkan waktu sholat, membantu proses ru'yatul hilal, dan lain-lain], tentu dengan metode ilmu hisab yang beragam (bukan cuma "hisab hakiki"), karena teramat banyak metode ilmu hisab di dunia ini.
Lalu mengapa kita tidak menggunakan metode hisab untuk penentuan/penetapan puasa dan hari raya ?
Karena kita bukan penganut paham sesat "inkarussunnah", kita masih beriman dengan hadits Nabi shallallahu'alaihi wa sallam berikut.
"Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain "…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080)
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" (HR. An Nasai no. 2116)
Lalu kapan penganut ilmu hisab mengamalkan hadits-hadits yang mulia tersebut, jika jauh-jauh hari sudah menetapkan puasa dan hari raya??
Kapan solusi dari Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, "Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari", "Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" bisa diamalkan, jika ru'yatul hilal pun tidak kita amalkan ??
Padahal kita MENGAKU "muhammadiyah" = "pengikut ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam" ??!!
Apakah kita menutup mata dari perkembangan ilmu hisab ?
Tentu saja tidak. Ilmu hisab tidak dilarang secara mutlak, bahkan banyak sekali manfaatnya, asalkan digunakan sesuai tempatnya. Di antara manfaatnya [lihat "Bid'ahkah Ilmu Hisab ?!" hal 250-251, Karya Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon]:
- untuk menetapkan kalender hijriyah. Namun ini hanya bisa digunakan untuk kepentingan sipil dan administrasi, dan sama sekali BUKAN UNTUK MENENTUKAN hari-hari ibadah
- untuk membantu menetapkan waktu sholat, karena waktu sholat tidak disyaratkan dengan melihat tanda-tanda masuknya secara langsung. Dan para ulama kontemporer pun telah sepakat atas bolehnya berpedoman pada jadwal waktu sholat yang dibangun di atas ilmu hisab DENGAN SYARAT tidak secara nyata dan pasti bertentangan dengan waktu sebenarnya
- membantu proses ru'yatul hilal, dengan cara menentukan di sebelah mana letak hilal dari tempat terbenamnya matahari, sehingga dalam proses ru'yatul hilal bisa difokuskan melihat pada posisi tersebut
- Jika SECARA HISAB hilal tidak mungkin terlihat, ini bisa menjadi acuan bagi hakim, qodhi, atau badan berwenang lainnya agar LEBIH HATI-HATI dalam menerima persaksian, dengan cara menanyakannya secara lebih cermat dan detail tentang hilal yang dia bersaksi melihatnya. Namun, jika orang yang bersaksi melihatnya itu benar-benar bisa diterima persaksiannya, maka HARUS DITERIMA, meskipun secara ilmu hisab hilal tidak mungkin bisa diru'yat
- Jika SECARA HISAB hilal bisa terlihat karena sudah berada di atas ufuk, maka ini BISA JADI ACUAN bagi badan berwenang untuk TIDAK TERGESA-GESA dalam menetapkan besok harinya belum masuk bulan baru, namun BENAR-BENAR MENINGKATKAN PERHATIANNYA. Apakah benar-benar tidak ada yang melihatnya ataukah ada TAPI BELUM DISAMPAIKAN KEPADANYA. Namun, jika benar-benar TIDAK ADA YANG BERSAKSI melihat hilal, maka ru'yatlah yang jadi PATOKAN, jadi harus ditetapkan bahwa besok harinya adalah MENYEMPURNAKAN bulan tersebut menjadi 30 HARI.
- Dll.
Adapun jika ilmu hisab digunakan untuk MENENTUKAN/MENETAPKAN/MEMFATWAKAN masuknya bulan ramadhan dan hari raya (apalagi ini dilakukan oleh ormas tertentu), maka BUKAN PADA TEMPATNYA.
Di antara hujjah yang mewajibkan ru'yatul hilal untuk menentukan/menetapkan masuknya bulan ramadhan dan hari raya:
- Firman Allah Ta’ala:
"Barangsiapa di antara kamu MELIHAT bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al Baqarah: 185)
- Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
"Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain "…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080)
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari" (HR. An Nasai no. 2116)
- Ijma' para ulama:
“Kita semua, secara gamblang sudah mengetahui bersama bahwa dalam Islam, penentuan awal puasa, haji, iddah, batas bulan, atau hal lain yang berkaitan dengan hilal, jika digunakan metode hisab dalam kondisi hilal terlihat maupun tidak, hukumnya adalah haram. Banyak nash dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal ini. Para ulama pun telah bersepakat akan hal ini. Tidak ada perselisihan diantara para ulama terdahulu maupun di masa sesudahnya, kecuali sebagian ulama fiqih mutaakhirin setelah tahun 300H yang menganggap bolehnya menggunakan hisab jika hilal tidak nampak, untuk keperluan diri sendiri. Menurut mereka, jika sekiranya perhitungan hisab sesuai dengan ru’yah maka mereka puasa, jika tidak maka tidak. Pendapat ini, jika memang hanya digunakan ketika hilal tidak nampak dan hanya untuk diri sendiri, ini tetaplah merupakan pendapat nyeleneh yang tidak teranggap karena sudah adanya ijma’. Adapun menggunakan perhitungan hisab secara mutlak, padahal cuaca cerah, dan digunakan untuk masyarakat secara umum, tidak ada seorang ulama pun yang berpendapat demikian”. [Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (25/132)]
Selengkapnya mari kita baca artikel tentang ru'yatul hilal dan ilmu hisab:
Menyoal Metode Hisab
Puasa dan Berhari Raya Bersama Pemerintah
Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab
Jika Saudi Arabia Sudah Melihat Hilal
Berpuasalah Karena Melihatnya
Jika Persaksian Hilal Ditolak dalam Sidang Itsbat
Fatwa Ramadhan: Tanda Mulai Puasa
Fatwa Ramadhan: Hukum Menentukan Ramadhan Dengan Metode Hisab
Fatwa Ramadhan: Hasil Ru’yah Saudi Arabia Berbeda dengan Negara Lain
http://muslim.or.id/ramadhan/kumpulan-artikel-ramadhan-di-muslim-or-id.html
Sabar Menunggu Keputusan Pemerintah dalam Berpuasa dan Berhari Raya
http://rumaysho.com/hukum-islam/puasa/4437-sabar-menunggu-keputusan-pemerintah-dalam-berpuasa-dan-berhari-raya.html
Ibnu Musthofa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda di sini