Dampak Buruk Zina

Dampak Buruk Zina


Ibnul Qayyim menyebutkan lebih dari satu tempat tentang bahaya zina beserta unsur-unsur kebahagiaan apa saja yang akan lenyap karenanya. Di antara yang beliau katakan adalah:

“Terkumpul pada tindakan zina segala bentuk keburukan berupa kurangnya agama, hilangnya sifat wara’, rusaknya susila, dan tipisnya kecemburuan. Maka tidak Anda dapatkan seorang pezina yang memiliki sifat wara’ (waspada dari hal-hal yang haram), setia janji, jujur dalam ucapan maupun kesetiaan pada teman dekat, dia juga tidak memiliki kecemburuan atas kekejian yang dilakukan oleh keluarga (istrinya).

Dampak lain dari syahwat terhadap perempuan adalah datangnya kemurkaan Allah karena dia telah merusak kehormatan dirinya dan merusak keluarganya. Selain itu juga akan menyebabkan suram dan gelapnya wajah, menyebabkan datangnya kemurkaan, gelapnya hati dan pudar cahayanya, menjatuhkan kehormatan pelakunya, jatuh pula martabat dia dalam pandangan Allah maupun hamba-Nya, serta lenyapnya nama yang baik dan berganti dengan sebutan yang sebaliknya.

Dampak negatif yang lain adalah sempitnya dada, karena pezina telah melakukan apa yang tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Dan barangsiapa mencari kelezatan dan nikmat hidup dengan apa yang diharamkan Allah niscaya dia akan mendapatkan yang sebaliknya. Karena kebaikan yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan mentaati-Nya, sedangkan Allah sama sekali tidak akan menjadikan maksiat sebagai sebab untuk mendapatkan kebaikan. 1

Ibnul Qayyim menuturkan pada kesempatan yang lain:

“Ketahuilah bahwa balasan itu berbanding lurus dengan amal, hati yang telah terpaut dengan sesuatu yang haram setiap kali dia berhasrat untuk meninggalkan dan keluar darinya pada akhirnya kembali ke dosa semula. Oleh karena itu, balasan yang setimpal nanti di barzakh dan di akhirat.”

Pada sebagian jalur riwayat hadits Samurah bin Jundub yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Nabi Shalallahu ’alaihi wasallam bersabda:

“Suatu malam aku bermimpi ada dua orang yang mendatangiku, lalu keduanya mengajakku keluar, maka aku pun beranjak bersama keduanya. Ternyata aku melihat ada sebuah rumah yang dibangun seperti tungku, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas, sedangkan di bawahnya ada nyala api. Di dalam bangunan tersebut ada kaum laki-laki dan perempuan yang telanjang. Ketika api dinyalakan mereka pun berusaha naik ke atas hingga hampir-hampir keluar. Jika api redup mereka pun kembali ke tempat semula. Saya pun bertanya: ‘Siapakah mereka?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah para pezina’.”

Maka perhatikanlah kesesuaian hadits ini dengan kondisi hati para pezina di dunia. Setiap kali mereka berkeinginan untuk bertaubat dan berhenti darinya, serta keluar dari tungku syahwat menuju kesejukan taubat ternyata kandas. Dan setelah itu mereka kembali lagi, padahal hampir saja mereka keluar darinya”. 2

Pada bagian ketiga, beliau mengatakan: “Hendaknya orang yang berakal mengetahui bahwa orang yang bergelimang dalam syahwat akan tergiur untuk berpindah pada satu jenis syahwat ke syahwat yang lain, namun tidak akan pernah puas karenanya, tetapi tidak pula kuasa untuk meninggalkan kebiasaannya. Karena itu seakan telah menjadi bagian hidup yang mesti dijalaninya. Untuk itulah Anda juga melihat bahwa orang yang terus mabuk khamr dan zina tidak pernah merasakan sepersepuluh kepuasan yang didapat orang lain dalam hidupnya.” 3

Dituturkan pula oleh Syaikh Muhammad al-Khudhar Husain Rahimahullah tentang bahaya pelacuran:

“Pada perbuatan zina itu terdapat kerusakan yang besar dan keburukan yang merata, bisa menghancurkan keutamaan, menodai kehormatan, menghapus sifat amanah, memutus ikatan kesetiaan, mendatangkan penyakit mematikan pada jasad, di mana pun ia hidup, masyarakat akan menganggap bejat moralnya, ternoda kehormatannya dan menyangsikan amanahnya, serta menaruh rasa benci kepadanya, sementara penyakit menggerogoti jasmaninya!” 4


Foote Note:
1. Raudhatul Muhibbin hal.360.
2. Raudhatul Muhibbin hal 442.
3. Raudhatul Muhibbin hal 470.
4. Rasa’il al-Ishlah hal 23.


[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 41-45, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda di sini

RECENT POSTS

RECENT COMMENTS